JAWA TIMUR, Nusainsight.com – Gunung Bromo, salah satu destinasi wisata paling terkenal di Jawa Timur, membentang di empat wilayah kabupaten. Seperti Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Malang. Keindahan alamnya yang memukau, mulai dari sunrise di Penanjakan, hamparan lautan pasir. Selain itu juga kawahnya yang masih aktif, menjadikan Gunung Bromo sebagai magnet bagi wisatawan.
Gunung Bromo merupakan satu-satunya gunung berapi aktif di dalam kaldera Tengger. Meski demikian, kawahnya tetap menjadi tujuan utama para pengunjung. Sebuah tangga telah tersedia untuk mempermudah pendakian ke tebing pasir kaldera Bromo. Dalam kepercayaan Suku Tengger, anjuran wisatawan untuk tetap fokus saat menaiki tangga dan tidak menoleh ke belakang. Sebab, keyakinan masyarakat dapat membawa kejadian mistis bagi yang melanggar.
Bagi masyarakat Tengger, Gunung Bromo memiliki nilai sakral. Ini erat kaitannya dengan legenda nenek moyang mereka, Joko Seger dan Roro Anteng. Karena itu, terdapat berbagai aturan tak tertulis bagi wisatawan, namun harus patuh. Seperti menjaga sikap, tidak berbicara sembarangan, dan tidak buang air di sekitar kawah.
Kepercayaan akan kekuatan mistis di kawasan Bromo semakin kuat dengan berbagai kisah yang beredar di kalangan masyarakat. Teguh, salah seorang pengelola objek wisata menceritakan pengalaman seorang wisatawan yang pernah menghilang di lautan pasir selama tiga hari. Setelah melakukan ritual adat, ia kembali bertemu di lokasi tempatnya menghilang. Uniknya, korban mengaku merasa seperti berada di rumah sendiri selama masa hilangnya.
Legenda asal-usul Suku Tengger juga tak lepas dari kisah Joko Seger dan Roro Anteng. Konon, pasangan ini harus mengorbankan anak bungsunya, Kikusuma, ke kawah Gunung Bromo demi memenuhi janji mereka kepada Sang Hyang Widhi. Sejak saat itu, tradisi Yadya Kasada terselenggara setiap tanggal 14 bulan Kasada sebagai bentuk persembahan kepada Sang Hyang Widhi.
Selain mitos dan legenda, Gunung Bromo juga memiliki berbagai situs unik. Seperti Bukit Kedaluh atau Bukit Kingkong yang memiliki tonjolan batu menyerupai kepala kingkong. Ada pula Watu Kuto, yang meyakini sebagai tempat kelahiran kembali Kerajaan Majapahit sekaligus gudang pusaka gaib.
Wisatawan yang mengunjungi Gunung Bromo juga akan menemukan bunga edelweis. Dalam bahasa Tengger menyebutkan “Tan Hono Layu” yang berarti tak akan pernah layu. Bunga ini memiliki peran penting dalam upacara adat masyarakat Tengger dalam ritual kematian entas-entas yang mirip dengan Ngaben di Bali. Demi menjaga kelestariannya, wisatawan tidak boleh memetik edelweis liar dan dapat terkena sanksi berat jika melanggar. Sebagai alternatif, mereka dapat membeli edelweis yang hasil budidaya secara legal di Taman Edelweis Wonokitri.
Gunung Bromo bukan sekadar destinasi wisata alam yang mempesona, tetapi juga kawasan sakral yang sarat dengan nilai budaya dan spiritual. Bagi wisatawan yang berkunjung, menghormati adat istiadat setempat adalah suatu keharusan. Hal ini agar tetap dapat menikmati keindahan dan keunikan Gunung Bromo dengan penuh keharmonisan.(NI 01)