DENPASAR, Nusainsight.com – Tumpek Landep adalah hari raya Hindu Bali. Hari suci ini dirayakan setiap 210 hari, tepatnya pada Sabtu (22/2/25) Saniscara Kliwon Wuku Landep. Namun, masih banyak masyarakat yang memiliki pemahaman keliru tentang perayaan ini.
Sering kali, Tumpek Landep hanya dipahami sebagai hari penyucian benda-benda tajam seperti keris, tombak, dan senjata lainnya. Perayaan ini merupakan refleksi untuk mempertajam pikiran, meningkatkan kecerdasan, dan mengarahkan kehidupan ke jalan yang benar. Dengan demikian, Tumpek Landep menjadi momen bagi umat Hindu Bali untuk mengingat kebijaksanaan dan kesadaran spiritual dalam menjalani kehidupan.
Tumpek Landep adalah syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa, khususnya Dewa Siwa, atas ketajaman pikiran dan keberkahan dalam kehidupan.
Dalam Lontar Sundarigama, wuku Landep dijelaskan sebagai hari penting untuk melakukan pemujaan terhadap alat-alat yang membantu kehidupan manusia. Lontar Tatwa Siwa juga menjelaskan keberadaan Dewa Siwa sebagai pemelihara ketajaman pikiran dan energi dalam kehidupan. Selain itu, dalam Lontar Dharma Kahuripan, terdapat wejangan tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara pikiran dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari.
Secara harfiah, kata “landep” dalam bahasa Bali berarti “tajam”. Pada awalnya, perayaan ini berfokus pada penyucian benda-benda tajam. Namun, seiring perkembangan zaman, maknanya meluas menjadi perayaan yang menekankan ketajaman intelektual dan kebijaksanaan dalam bertindak. Masyarakat Hindu Bali merayakan dengan menyucikan benda fisik dan memperdalam spiritualitas serta pemahaman diri.
Dalam praktiknya, umat Hindu Bali mengadakan upacara persembahan di pura dan tempat-tempat suci lainnya. Mereka menghaturkan sesajen kepada alat kerja, kendaraan, dan benda lain sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur.
Tumpek Landep adalah ajaran yang mengingatkan manusia untuk mempertajam pikiran, meningkatkan kebijaksanaan, dan menjaga keseimbangan antara kehidupan material dan spiritual.(NI 01)