Ragam Jenis Segehan Ini yang Dihaturkan Saat Pengerupukan

InShot_20250324_180310586
SEGEHAN - Segehan ini terdiri dari berbagai jenis yang memiliki makna dan fungsi tersendiri sesuai tata letak dan peruntukannya.(istimewa)

DENPASAR, Nusainsight.com – Pengerupukan merupakan perayaan sehari sebelum Hari Suci Nyepi. Hai ini merupakan salah satu tahapan penting dalam rangkaian hari raya yang jatuh pada Tilem Sasih Kasanga. Prosesi ini bertujuan untuk membersihkan alam semesta dan lingkungan rumah dari pengaruh negatif melalui upacara Tawur Agung atau pecaruan.

Prosesi Tawur Agung Kesanga yang biasanya terpusat di perempatan agung desa. Namun, masyarakat melanjutkan dengan ritual pangerupukan di rumah masing-masing pada sore hari atau sandhyakala. Namun, tidak banyak masyarakat, khususnya Umat Hindu upakara yang selayaknya menjadi persembahan saat pangerupukan.

Dilansir dari akun tiktiok Guru Mangku Dalem Pauman menyebutkan, dalam pangerupukan, masyarakat melakukan berbagai ritual. Seperti menyebar nasi tawur, mengobori pekarangan, menyemburkan mesui ke sekeliling rumah, serta memukul benda-benda, yakni kentongan agar menimbulkan suara gaduh. Semua ini bertujuan untuk menetralisir keberadaan Buta Kala atau energi negatif di lingkungan sekitar.

Baca Juga  Sidak Banjar, Gus Bota Minta Ini

Sebelum ritual tersebut, persiapkan persembahan dalam bentuk segehan terlebih dahulu. Segehan ini terdiri dari berbagai jenis yang memiliki makna dan fungsi tersendiri sesuai tata letak dan peruntukannya. Berikut adalah ragam jenis segehan yang umum menjadi persembahan dalam prosesi pangerupukkan.

Pertama adalah untuk di sanggah atau merajan mempersembahkan Pejati. Ini sebagai hulu dari upacara pengerupukan beserta mengahutkan segehan Cacah 11 tanding kepada Sang Bhuta Bucari (kekuatan Bhuta).

Kedua, untuk di halaman atau Natah rumah mempersembahkan Segehan Manca Warna 9 tanding. Segehan ini berisikan olahan daging ayam brumbun yang sedemikian rupa. Olahan ini umumnya dari pihak desa. Haturkan segehan ini kepada Sang Kala Bhucari (kekuatan Kala)

Baca Juga  Jaga Keseimbangan Alam Lewat Tradisi Ter-teran

Ketiga, di Jaba atau di lebuh artinya di depan pintu masuk halaman rumah. Umat Hindu menghaturkan Segehan Cacahan 108 (seratus delapan) tanding dengan ulam jejeron matah. Umumnya olahan ini dari pihak desa. Segehan ini lengkap dengan Segehan Agung serta tetabuhan tuak, arak, berem, toya anyar. Sesajen ini untuk Sang Durga Bhucari dan Sang Kala Roga.

Semua persembahan tersebut di bawah (sor) sanggah cucuk pada saat sandhyakala. Di sanggah cucuk mempersembahkan peras daksina tipat kelanan. Ketiga jenis segehan tersebut memiliki makna mendalam dalam ritual Pangerupukkan. Tidak hanya bertujuan membersihkan energi negatif tetapi juga sebagai bentuk penghormatan kepada kekuatan alam semesta. Dengan melaksanakan prosesi ini masyarakat Hindu di Bali berharap dapat mencapai keselarasan dan keseimbangan dalam kehidupan menjelang Hari Suci Nyepi.(NI 01)

Facebook
X
Threads
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

admin-ajax-1.jpeg