DENPASAR, Nusainsight.com – Hari Raya Kuningan, yang jatuh setiap 10 hari setelah Galungan, merupakan salah satu hari suci umat Hindu, khususnya di Bali. Perayaan ini tidak hanya menjadi momentum persembahan kepada leluhur dan Dewa, tetapi juga sarat akan simbol dan filosofi yang mendalam.
Dua unsur yang selalu hadir dalam perayaan ini adalah tamiang dan nasi kuning. Bukan sekadar hiasan atau tradisi, keduanya mengandung makna spiritual yang memperkaya nilai-nilai kehidupan umat Hindu. Menurut I.B. Purwa Sidemen, S.Ag., M.Si., tamiang merupakan simbol perisai atau pelindung.
Bentuknya yang melingkar menyerupai perisai perang, menyimbolkan kekuatan untuk membentengi diri dari energi negatif, sifat buruk, serta tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Tamiang mengingatkan umat untuk selalu mawas diri, dan senantiasa hidup dalam batas-batas kebaikan dan kebenaran (dharma).
Sementara itu, nasi kuning atau tumpeng kuning dalam upacara Kuningan melambangkan wujud syukur atas limpahan rezeki, kemakmuran, dan berkah dari Sang Hyang Widhi. Warna kuning dalam nasi ini menggambarkan kemuliaan, kejayaan, dan kesucian niat manusia dalam menjalani hidup. Kehadiran nasi kuning juga menjadi doa agar umat Hindu selalu mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin.
Tidak hanya itu, dalam perayaan ini juga hadir endongan yang bermakna bekal pengetahuan (jnana). Ini menjadi simbol perlunya manusia terus mengisi diri dengan ilmu pengetahuan agar mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Seperti penjelasan dalam sloka-sloka Sarasamuccaya, hanya manusia yang mendapat berkah kemampuan membedakan perbuatan benar dan salah. Sayangnya, banyak manusia lebih memilih mengejar harta dan kesenangan duniawi, dan melupakan ajaran kebenaran.
Ajaran Hindu menekankan bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat diraih dengan hidup berdasarkan dharma. Orang bijaksana bukan terlihat dari usia, keriput, atau uban, melainkan dari ketenangan hati dan kebijaksanaannya dalam menjalani hidup. Mereka yang memahami hakekat hidup telah terbentengi oleh hati yang penuh pradnyan kecerdasan spiritual yang akan membimbing mereka menyeberangi lautan kehidupan dengan selamat.
Hari Raya Kuningan dengan simbol-simbol seperti tamiang, nasi kuning, dan endongan bukan hanya pelestarian budaya, tetapi juga pengingat akan pentingnya keharmonisan dalam hidup antara manusia dengan sesama, dengan alam, dan dengan Sang Pencipta. Sebuah ajaran yang relevan sepanjang masa.(NI 01)