DENPASAR, Nusainsight.com – Setelah perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan, umat Hindu di Bali akan merayakan hari Budha Kliwon Pegatwakan. Hari ini menandai berakhirnya rangkaian upacara Galungan dan Kuningan. Dua hari suci besar ini sebagai simbol kemenangan dharma (kebenaran) melawan adharma (kejahatan). Budha Kliwon Pegatwakan menjadi saat yang sakral di mana seluruh atribut keagamaan selama Galungan dan Kuningan. Seperti melepas penjor, sampian, hingga tyang dan upacara pembersihan tertentu.
Rangkaian Galungan dan Kuningan mulai sejak Tumpek Wariga, yang jatuh pada Saniscara Kliwon Wuku Wariga. Hari ini berakhir pada Budha Kliwon Wuku Pahang atau yang terkenal dengan Budha Kliwon Pegatwakan. Pada hari ini, umat Hindu menyadari bahwa seluruh upacara ini bukan semata-mata rutinitas spiritual. Namun, proses mendalam menuju pengendalian diri dan peningkatan batin.
Sulinggih Ida Rsi Agung Dharma Putra Adnyana menjelaskan bahwa dalam lontar Sundarigama, Budha Kliwon Pahang sebagai Hari Raya Pegatwakan. Kata Pegatwakan sendiri berasal dari dua kata, yaitu pegat yang berarti “putus” dan wakan yang berarti “kembali”. Maknanya adalah proses pelepasan dan kembali umat telah menyelesaikan proses penyucian diri selama Galungan. Dan kini kembali ke kehidupan sehari-hari dengan jiwa yang lebih bersih dan pikiran yang lebih jernih.
Lebih dari sekadar simbolis, pelepasan penjor dan perlengkapan lainnya mencerminkan kesiapan untuk menjalani hidup dengan nilai-nilai dharma. Ini yang telah diperkuat selama rangkaian hari suci. Tidak hanya itu, pada hari Pegatwakan juga melaksanakan upacara khusus berupa pembakaran atribut dan sesajen, lengkap dengan sarana. Seperti, wangi-wangian, sesayut dirgayuse, penyen, dan tetebus. Ini sebagai penghormatan terakhir kepada leluhur yang telah hadir selama Galungan dan Kuningan.
Pegatwakan juga menjadi momentum bagi para sulinggih atau wiku untuk melaksanakan renungan suci. Ini sebuah refleksi mendalam atas perjalanan spiritual yang telah mereka tempuh. Ini bukan sekadar kegiatan ritual, tetapi bagian dari proses tapabrata pengendalian diri yang serius dan kontemplatif.
Dengan berakhirnya Galungan dan Kuningan melalui Pegatwakan, umat Hindu tidak hanya kembali pada rutinitas. Namun juga membawa serta kebijaksanaan, kedamaian, dan pengendalian diri. Spiritualitas tidak berhenti di pura atau pelinggih, melainkan mengalir dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga, pekerjaan, dan hubungan sosial.(NI 01)